Sabtu, 08 Oktober 2016

CERITA DEWASA - KU SENAGKAN ANAK ANGKAT KAMI ( kisah nyata )

KU SENAGKAN ANAK ANGKAT KAMI
( kisah nyata )





CERITA DEWASApada saat ini saya bakal memembagikan cerita seks dewasa yg tidak kalah seru nya dengan judul " ku senangkan anak angkat kami "


CERITA DEWASA
PasrPoker


Teng! Jam dinding berdentang satu kali. Malam makin larut, namun Anis masihlah duduk di ruangan tengah. Mulai sejak tadi matanya susah terpejam. Baru sebagian jam waktu lalu Ibu Mas Iqbal, suaminya, menelepon, 

“Nis, Alhamdulillah, baru saja ini keponakanmu jadi tambah lagi…” nada ibu terdengar sumringah di ujung sana. 
“Alhamdulillah… lelaki atau wanita, Bu? ” Anis tergagap, kaget serta suka. Telah satu minggu ini keluarga besar Mas Iqbal sedang berdebar-debar menunggu berita ini, adik suaminya, yang bakal melahirkan. 

“Laki-laki. Cakep lho, Nis, serupa Mas-mu diwaktu bayi…” Ibu tertawa bahagia. Awal memanglah adik yang termirip berwajah dengan Mas Iqbal. 
“Selamat ya, Bu, nambah cucu lagi. Salam buat Awal, Insya Allah besok pulang kerja, Anis serta Mas Iqbal bakal jenguk ke tempat tinggal sakit. ” janji Anis sebelumnya tutup perbincangan dengan Ibu yang tengah menanti Awal dirumah sakit. 

Sesudah tutup telephone, Anis termenung sebentar. Ia jadi teringat umur pernikahannya yang sudah masuk th. ke 5, namun belum ada juga tangis si kecil menghiasi tempat tinggal mereka. Walau sekian ia tetaplah turut terasa begitu bahagia mendengar berita kelahiran anak ke-2 Awal di umur pernikahan mereka yang baru tiga th.. 

“Kok melamun?! ” Mas Iqbal yang baru keluar dari kamar mandi mengagetkannya. Ia memanglah pulang agak malam hari ini, ada rapat di kantor tuturnya. Air hangat untuk mandinya pernah Anis panasi 2 x tadi. 
“Mas, ibu tadi mengabari, Awal telah melahirkan. Bayinya lelaki, ” narasi Anis. 

“Alhamdulillah… Dila telah miliki adik saat ini, ” senyum Mas Iqbal sembari mengeringkan rambutnya, namun tak tahu kenapa Anis menangkap ada sedikit suara getir dalam suaranya. Anis menepis perasaannya sembari selekasnya membenahi meja mempersiapkan makan malam. 

Selepas Isya’an berbarengan, Mas Iqbal selekasnya terlelap, sepanjang hari ini ia memanglah capek sekali. Anis juga sesungguhnya agak capek hari ini. Ia memanglah mujur, selepas kuliah serta terasa tak nyaman bekerja di kantor, Anis mengambil keputusan untuk bikin usaha sendiri saja. 

Dibantu rekannya yang seseorang notaris, pada akhirnya Anis membangun perusahaan kecil-kecilan yang beroperasi di sektor design interior. Anis memanglah berlatar pendidikan bagian itu, ditambah lagi ia miliki bakat seni untuk membuat suatu hal jadi indah serta menarik. Bakat yang senantiasa tidak lupa disyukurinya. Keluarga serta rekan-rekan banyak yang mendukungnya, pada akhirnya saat ini ia telah mempunyai kantor mungil sendiri tak jauh dari tempat tinggalnya. 

Serta, bersamaan dengan perkembangan serta keyakinan yang mereka dapatkan, perusahaannya sedikit untuk sedikit mulai di kenal serta diakui orang-orang. Namun Anis terasa itu tidaklah terlalu melelahkannya, semuanya dikerjakan sedapatnya saja, sekalipun tak memaksakan diri, jadi menyalurkan hoby serta bakatnya membuat serta mendesign suatu hal sekalian isi saat luangnya. Sebagian karyawan yang sigap serta cekatan membantunya. Jadi saat ini telah terdapat banyak designer interior lain yang berhimpun di perusahaan mungilnya. 

Itu penyebabnya sesekali saja Anis agak repot mengatur saat ada pesanan mendesign yang datang, selebihnya rekan-rekan yang kerjakan. Saat Anis paling banyak tetaplah buat keluarga, mengurusi tempat tinggal atau masak buat Mas Iqbal walau ada Siti yang membantunya dirumah, menurut dia itu tetaplah pekerjaan nomer satu. 

Anis dapat juga tetaplah teratur mengaji isi ruhaniahnya. Tetapi lantaran kegiatannya itu, umumnya ia tidur cepat juga, namun malam ini rasa kantuknya seperti hilang demikian saja. Berita dari ibu tadi bikin Anis teringat lagi. Teringat bakal kerinduannya menimang si kecil, buah hatinya sendiri. 

Lima th. pernikahan yaitu bukanlah saat yang sebentar. Awalannya Anis umum saja saat enam bln. pertama ia tidak kunjung hamil juga, ia jadi terasa miliki saat semakin banyak untuk suaminya serta meniti karirnya. 

Bersamaan dengan berjalannya saat serta tidak hentinya orang ajukan pertanyaan, mulai dari keluarga hingga beberapa rekannya, mengenai kapan mereka menimang bayi, atau mengapa belum hamil juga, Anis mulai cemas. Fitrahnya sebagai wanita juga mulai bertanya-tanya, apa yang berlangsung pada dianya, atau kapan ia hamil seperti juga pasangan-pasangan lainnya… 

Atas anjuran dari beberapa orang, Anis coba konsultasi ke dokter kandungan. Seseorang dokter wanita dipilihnya. Risih juga saat menanti giliran di ruangan tunggulah klinik, pasien di sekelilingnya datang dengan perut membuncit serta percakapan enteng sekitar kehamilan mereka. Atau saat salah seseorang di antara mereka ajukan pertanyaan telah berapakah bln. kehamilannya. 

“Saya tak tengah hamil, cuma menginginkan konsultasi saja…” senyum Anis sabar walau dadanya berdebar, sesaat Mas Iqbal makin pura-pura asik dengan korannya. Anis bernafas lega saat dokter menyebutkan ia sehat-sehat saja. Jauhi stress serta capek, cuma itu sarannya. 

Satu tahun berlalu. Di dalam kebahagiaan tempat tinggal tangganya, ada kuatir yang semakin mengganggu Anis. Kerinduan menimang bayi makin menghantuinya. Kerap Anis gemas lihat tingkah polah anak-anak kecil di sekelilingnya, serta makin bertanya-tanya apa yang berlangsung dengan dianya. 

Kemudian awalilah usaha Anis serta suaminya lebih gencar serta serius mengusahakan kehamilan. Satu untuk satu anjuran yang didapatkan orang lain mereka kerjakan, sejauh itu baik serta tak tidak mematuhi syariat agama. Sebagian dokter wanita juga terkadang mereka datangi berbarengan, walau lagi serta lagi, sama juga akhirnya. Sesaat hari untuk hari, th. untuk th. selalu berlalu. 

Terkadang Anis menangis saat makin gencar pertanyaan diperuntukkan kepadanya atau lantaran kuatir yang sering mengusik tidurnya. Mas Iqbal senantiasa sabar menghiburnya, “Anis, apa yang perlu disedihkan? Dengan atau tanpa ada anak, rumah tangga kita bakal jalan seperti umum. Saya sangatlah bahagia dengan apa yang ada saat ini. Insya Allah akan tidak ada yang beralih dalam rumah tangga kita…” kata Mas Iqbal satu saat seperti dapat membaca jalan fikirannya. 

Suaminya memanglah tahu kapan Anis tengah mendalam sedihnya serta mesti dihibur supaya tak makin larut dalam rasa sedih. Di bebrapa waktu seperti itu memanglah hanya suaminya yang paling dapat menghiburnya, sudah pasti selain do’a serta berserah dianya pada Tuhan. 

Terkadang Anis heran mengapa Mas Iqbal dapat demikian sabar serta tenang, seakan-akan tak ada apa pun yang berlangsung. Dia senantiasa ceria serta optimis seperti umum. Apakah memanglah pria tidaklah terlalu memasukkan unsur perasaannya atau mereka cuma pandai sembunyikan perasaan saja? Anis tidak paham, yang tentu sikap Mas Iqbal banyak menolong melalui bebrapa saat sulitnya.

Sesungguhnya Anis juga bukanlah senantiasa ada dalam keadaan sedih seperti itu. Sesekali saja ia agak terhanyut oleh perasaannya, umumnya lantaran ada aspek penyulutnya, yang mengingatkan ia bakal mimpinya yang belum terwujud itu. Selebihnya Anis bahagia saja, bahkan juga banyak kesibukan atau prestasi yang dicapainya. 

Buatnya tak ada saat yang disia-siakan. Pada saat pernah, semuanya kesempatan serta aktivitas positif dikerjakannya. Terkadang sebagian rekan menyebutkan kecemburuannya pada Anis yang dapat lakukan beberapa hal tanpa ada mesti disibuki oleh rengekan si kecil. Anis tersenyum saja. 

Anis juga tak pernah menyalahkan beberapa rekannya bila saat sesekali berjumpa percakapan banyak di isi mengenai anak serta seputarnya. Buatnya itu hal umum, umur mereka memanglah umur produktif. Jadi lumrah saja bila perbincangan umumnya sekitar pernikahan, kehamilan, atau perubahan anak-anak mereka yang memanglah makin lucu serta mengagumkan, atau narasi lain sekitar itu. Agar bagaimanapun Anis mengerti jadi ibu yaitu sistem yg tidak gampang serta butuh belajar atau bertukar pengalaman dengan yang lain. 

Namun terkadang, sesekali saat Anis tengah sedih, rasa-rasanya ia tidak ingin mendengar itu dahulu. Anis suka juga bila ada yang berupaya melindungi perasaannya diwaktu-waktu spesifik, dengan tidaklah terlalu banyak menceritakan mengenai hal itu, ajukan pertanyaan, atau jadi menyemangati dengan do’a serta support supaya sabar serta meyakini bakal datangnya si kecil meramaikan tempat tinggal tangganya. 

Anis tersadar dari lamunannya. Diminumnya satu gelas air dingin dari almari es. Sejuk sekali. Walau malam namun hawa merasa pengap. Anis melanjutkan tidurnya. Dalam lelap ia punya mimpi bermain berbarengan sebagian gadis kecil. Suka sekali. 

Siang esok harinya, Anis tengah membuat satu ruangan pameran di kantornya. Ada festival Islam yang bakal di gelar, mungkin saja lantaran sedikit designer interior berjilbab rapi seperti Anis, ia diakui membuatnya. Saat tengah mencorat-coret gambar, Fitri mengagetkannya, “Mbak Anis, ada tamu yang ingin berjumpa. ” 

“Dari mana, Fit? ” bertanya Anis. 
“Katanya dari Yayasan Amanah, mbak, bertanya masalah aplikasi mbak Anis bln. tempo hari. ” 
“Oh itu. Iya deh, saya ke depan sepuluh menit lagi. ” jawab Anis. 

Sesudah berbincang-bincang dengan tamunya, pada akhirnya Anis menyetujui mengangkat satu diantara anak yatim yang diasuh yayasan itu sebagai putra asuhnya. Namanya Safiq. Anis memanglah senantiasa menyisihkan rejekinya buat mereka yang memerlukan. 

Serta kesempatan ini, ia punya niat untuk menyantuni serta mengasuh Safiq seperti anaknya sendiri, itupun sesudah dimusyawarahkan dengan suaminya. Anis mengharapkan, begitu ia dapat cepat hamil. Ibu-ibu banyak yang menyampaikan, mungkin saja Anis butuh ’pancingan’ supaya dapat segera bisa momongan. 

Demikianlah, sejak saat itu, Safiq yang berumur 12 th., tinggal berbarengan Anis serta Iqbal. 

Memiliki ’anak’, membawa banyak hikmah untuk Anis. Ia jadi makin cermat serta perhatian. Apa pun keperluan Safiq berupaya ia penuhi. Dari mulai pakaian sampai mainan, juga keperluan sekolah bocah itu yang th. depan ingin masuk SMP. 

Anis juga mencurahkan semua kasih sayangnya pada Safiq, sampai mas Iqbal yang terasa tersisih, pernah melayangkan memprotes sembari bercanda, ”Hmm, bagaimana bila miliki anak beneran ya, bebrapa dapat saya tidak bisa tidur di kamar. ” 

Anis hanya tertawa menanggapinya. 
”Ah, mas dapat saja. ” dia mencubit pinggang lelaki itu. 
Serta setelah itu merekapun bergumul di ranjang untuk memuaskan keduanya, sembari mengharapkan persetubuhan kesempatan ini bakal membawa hasil. 

Besok paginya, seperti umum, Anis mempersiapkan sarapan untuk Safiq. Tak merasa, telah nyaris tiga bln. bocah itu tinggal bersamanya. Serta Anis terasa suka sekalian bersukur, lantaran pilihannya nyatanya tak salah, Safiq begitu pandai serta baik. Anak itu tak nakal, begitu menurut walau agak sedikit pendiam. Cuma pada Anis lah ia ingin terlibat perbincangan, sedang dengan mas Iqbal, Safiq seperti melindungi jarak. 

”Kenapa, Fiq? ” bertanya Anis bertanya penyebabnya waktu mereka sarapan berbarengan. Waktu itu mas Iqbal telah pergi ke kantor, sedang Safiq masuk siang. 

Bocah itu terdiam, cuma jari-jari tangannya yang bergerak memainkan bulatan bakso diatas nasi gorengnya. 

”Tidak apa-apa, ngomong saja sama Umi. ” kata Anis. Dia memanglah menyuruh Safiq untuk memanggilnya dengan panggilan ’Umi’ sedang untuk mas Iqbal ’Abi’. 
”Ah, tidak, Mi. ” Safiq masihlah terlihat takut. 

Anis menatapnya. Di usianya yang baru beranjak remaja, bocah itu tampak tampan. Bila besar kelak, tentu banyak gadis yang bakal terpikat padanya. 

”Umi tidak bakal geram. ” kata Anis lagi, penuh dengan sabar. 

Safiq menggeleng, dia menundukkan kepalanya makin dalam. 
Kasihan, Anis juga mendekatinya. 
”Tidak apa-apa bila anda tidak mau katakan, umi tidak bakal maksa. ” Dipeluknya bocah kecil itu, ditempatkannya kepala Safiq diatas gundukan buah dadanya.

Ia biarlah Safiq menangis di situ. 
”Maaf bila Umi telah membuat kamu takut. ” ucap Anis penuh suara penyesalan, ia memanglah tak mengharapkan pembicaraan ini bakal selesai seperti itu. 

Lama mereka berpelukan, sampai Anis terasa tangis Safiq perlahan-lahan mereda serta pada akhirnya betul-betul berhenti. Ia telah bakal melonggarkan dekapannya waktu rasakan suatu hal yang lembut mengendus serta menyundul-nyundul pelan buah dadanya. 

Ah, Safiq! Apa yang anda kerjakan? Anis memanglah hanya kenakan daster longgar waktu itu, cuma waktu keluar tempat tinggal atau ada tamu pria, ia kenakan jilbab. Dengan baju seperti ini, bibir Safiq yang bermain di belahan payudaranya sungguh bebrapa begitu merasa. 

Cepat Anis melirik ke bawah, diliatnya si bocah yang saat ini berupaya mencium serta menyusu ke arah buah dadanya. 

”Safiq! ” Anis menyapa, namun dengan nada di buat selembut mungkin saja, takut bikin bocah itu kembali mengkerut. Walau sebenarnya dalam hati, Anis betul-betul mengutuk aksinya yang telah kurang ajar. 
Safiq mendongakkan kepala, ”M-maaf, Mi. ” suaranya parau, sesaat badannya gemetar pelan. 

Tidak tega, Anis selekasnya memeluknya kembali. ”Tidak apa-apa, namun janganlah diulang lagi ya. Itu tak bisa. ” ia membelai rambut Safiq penuh rasa sayang. 
Safiq mengangguk. ”Maaf, Mi. Safiq hanya ingin tahu bagaimana rasa-rasanya nenen. ” 
Anis terperanjat, ”Emang anda belum pernah? ” tanyanya tidak yakin. 
”Safiq kan yatim piatu dari kecil, Mi. Jangankan nenen, siapa ibu Safiq saja tidak ada yang tahu. Safiq ditinggal di depan pintu yayasan. ” jawab bocah itu dengan getir. 

Anis meneteskan air mata mendengarnya, ia mendekap serta mengelus kepala Safiq lebih erat lagi. Sesudah terdiam cukup lama, Anis pada akhirnya buka nada, ”Bener anda ingin nenen? ” tanyanya dengan nada berat. Ketentuan telah ia ambillah, walau itu awalannya demikian berat. 

Safiq menganggukkan kepala. 
”Janji ya, hanya nenen? ” bertanya Anis sembari melihat matanya. 
”I-iya, Mi. ” angguk Safiq cepat. 

”Dan janganlah katakan ini sama orang lain, termasuk juga pada Abi. Lantaran anak sebesar anda telah tak semestinya nenen pada Umi, ini tak bisa. Namun lantaran kasihan, Umi sangat terpaksa mengabulkannya. ” jelas Anis, terbersit suara getir dalam suaranya. 

”Iya, Mi. Safiq janji. ” kata bocah kecil itu. 

Demikianlah, dengan perlahan-lahan Anis juga menurunkan dasternya sampai buah dadanya yang besar tampak terang. Walau masihlah tertutup BH, benda itu terlihat demikian indah. Ukurannya yang diatas rata-rata membuatnya jadi terlihat sesak. Anis selekasnya buka cup BH-nya, tidak ada yang menyokong, bulatan kembar itupun terlontar dengan kerasnya sampai mampu bikin mata bulat Safiq semakin melotot lebar. 

”M-mi…” Safiq memanggil, namun pandangannya seutuhnya tertuju pada ruang dada sang ibu angkat yang saat ini telah terbuka lebar, siap untuk ia jamah. 

”Ayo, tuturnya ingin nenen kan? ” kata Anis sembari menarik satu diantara bulatan payudaranya ke depan, memberi putingnya yang merona merah pada Safiq. 

Tahu ada benda mulus mengundang selera yang mendekat ke arah mulutnya, Safiq juga buka bibir, serta mencaplok puting Anis dengan perlahan-lahan, ”Ahm…” lenguh mereka berdua nyaris berbarengan.

CERITA DEWASA
PasarPoker
Anis kegelian lantaran ada lidah basah yang melingkupi ujung payudaranya, sedang Safiq terasa nikmat memperoleh benda yang sampai kini ia idamkan-idamkan. Lidahnya selalu menari membelai puting payudara Umi-nya, sedang bibirnya selalu mengecap untuk mencucup serta mengisap-hisapnya. 

”Ah, janganlah keras-keras, Fiq. Sakit! ” desis Anis di sela-sela jilatan sang anak angkat. Ia mulai terasa merinding, jilatan Safiq mengingatkannya pada mas Iqbal, yang umum mengerjakannya sebelumnya mereka tidur. Walau tindakan Safiq merasa agak sedikit kaku, namun sensasi serta rasa-rasanya tetaplah sama. 

Disamping itu, Safiq dengan tidak sabar serta penasaran selalu menyusu. Mulutnya dengan liar bermain di gundukan payudara Anis. Bukan hanya yang kiri, yang kanan juga ia perlakukan sama. Terkadang Safiq jadi membenamkan berwajah di belahan payudara Anis yang curam, serta membiarkan mukanya dikempit oleh bulatan kenyal itu, sembari tangannya mulai meremas-remas enteng. 

”Ah, Fiq. ” rintih Anis mulai tidak sadar. Ia menghimpit kepala bocah itu, mengharapkan Safiq mempermainkan payudaranya lebih keras lagi. 
Safiq yang gelagapan berupaya mencari hawa, digigitnya satu diantara puting Anis sampai umi-nya itu menjerit kesakitan. 
”Auw, Fiq! Apaan sih, sakit tahu! ” Anis mendelik geram, namun lihat muka Safiq yang memerah serta nafasnya yang ngos-ngosan, iapun pada akhirnya tahu. ”Eh, maaf. Umi tidak tahu. ” 
”Gak apa-apa, Mi. ” Safiq tersenyum, ke-2 tangannya masihlah hinggap di dada Anis serta selalu meremas-remas enteng di sana. 
”Gimana, anda sukai? ” bertanya Anis sembari membelai kepala Safiq penuh rasa sayang. 

Si bocah mengangguk, 
”Iya, Mi. ” 
”Mau lagi? ” bertanya Anis. 
Safiq mengangguk, senyumnya tampak makin lebar. 
”Kalau demikian, mari sini. ” Anis juga menarik kepala bocah itu serta ditaruhnya kembali pada atas gundukan payudaranya. 

Demikianlah, hingga siang, Safiq selalu menyusu di bongkahan payudara Anis, sang ibu angkat yang masihlah berumur muda, tak kian lebih 30 th.. Dengan payudara yang masihlah mulus prima, Safiq betul-betul dimanjakan. Ia jadi bocah yang paling mujur didunia. Sesaat Anis juga terasa suka lantaran saat ini ia jadi makin intim serta akrab dengan sang putra angkat yang begitu ia sayangi. 

Kebiasaan itu selalu berjalan. Kapanpun serta dimana saja Safiq menginginkan, asal tak ada orang -terutama mas Iqbal- Anis dengan suka hati menyusuinya. Serta seperti yang telah dijanjikan, Safiq memanglah tak pernah memohon lebih. 

Bocah itu hanya meremas serta mengisap, tak beberapa macam. Ditambah lagi, sekalipun tak ada nafsu maupun birahi dalam tiap-tiap jilatannya, Safiq betul-betul murni mengerjakannya lantaran ingin nenen. Anis jadi terasa aman. 

Namun semuanya beralih waktu Safiq naik ke tahap SMP… 

Usia yang jadi tambah bikin fikiran bocah itu makin berkembang. Dari yang awal mulanya hanya nenen umum, saat ini beralih jadi jilatan mesra yang begitu lembut tetapi begitu menggairahkan. Remasan bocah itu juga makin beragam ; terkadang keras, terkadang juga lembut. 

Bila mengisap puting yang kiri, Safiq memijit serta memilin-milin yang kanan, demikian halnya demikian sebaliknya. Seringkali Safiq mendempetkan dua puting itu serta mengisapnya dalam satu saat. Pendeknya, Safiq saat ini telah tumbuh jadi remaja yang tahu apa makna sex yang sebenarnya. 

Anis bukannya tak tahu hal semacam itu. Ia telah dapat menebaknya waktu lihat penis Safiq yang sedikit ereksi waktu mereka tengah lakukan ’ritual’ itu. Namun Anis pura-pura tidak paham serta mendiamkannya saja. 

Toh Safiq juga tak berbuat beberapa macam, anak itu tetaplah ’sopan’. Jadi Anis yang panas dingin, itu lantaran ukuran penis Safiq yang sekarang ini telah melebihi miliki mas Iqbal, walau sebenarnya umur bocah itu masihlah begitu muda. Bagaimana bila kelak telah besar… ah, Anis tak kuat membayangkannya. 

Esoknya, waktu bangunkan Safiq untuk sholat subuh, Anis disajikan panorama baru lagi. Waktu itu Safiq masihlah tertidur lelap, namun tak sekian dengan penisnya. Benda itu tengah berdiri serta menjulang demikian tegarnya. Pernah Anis terpana serta kagum untuk sebagian waktu, namun sesudah dapat kuasai diri, ia selekasnya bangunkan sang putra,

”Fiq, mari sholat dahulu. ” 

Safiq hanya menggeliat lantas melanjutkan tidurnya. Anis jadi tergoda. Terlebih saat ini di depannya, penis Safiq jadi terlihat lebih menantang. Ukurannya yang demikian besar bikin Anis tercengang, dengan warna coklat kehitaman serta ‘kepala’ yang masihlah terlihat imut (Safiq baru bln. tempo hari disunat), benda itu jadi merasa seperti magnet untuk Anis. 

Tanpa ada merasa perlahan-lahan jari-jarinya terulur serta mulai menggenggamnya. Ia memerhatikan muka sang putra angkat, Safiq tampak tenang saja, matanya tetaplah terpejam rapat sembari nikmati tidur pulasnya. 

Dengan hati berdebar serta penuh perhitungan, takut dipergoki oleh sang suami -juga takut apabila Safiq mendadak bangun- Anis mulai mengocok benda panjang itu perlahan. Waktu diperhatikannya Safiq tetaplah tertidur, jadi bocah itu seperti menikmatinya -terlihat dari desah nafasnya yang makin memburu serta tarikan lirih lantaran terangsang- 

CERITA DEWASA
PasarPoker
Anis juga mempercepat kocokannya. Sampai selang beberapa saat berhamburan cairan putih kental dari ujungnya. Safiq ejakulasi. Yang gilanya, akibat rangsangan Anis, ibu angkatnya sendiri. 

Terasa begitu bersalah, dengan tergopoh-gopoh Anis selekasnya membersihkannya. Waktu tersebut, Safiq mendadak terbangun. 

”Eh, umi…” gumamnya tanpa ada tahu apa yang berlangsung. 
Anis mengelap bekas sperma Safiq ke ujung dasternya, 
”Ayo sholat dahulu, sayang. ” tuturnya dengan suara nada di buat senormal mungkin saja, walau sebenarnya dalam hati ia begitu berdebar-debar. 

Safiq memerhatikan cairan putih kental yang berceceran di perutnya. Untuk yang ini, Anis tak pernah membersihkannya. ”Ini apa, Mi? ” Safiq mengambil cairan itu serta mempermainkan di ujung jarinya, lantas mengendusnya ke hidung. 

”Ih, baunya aneh. ” bocah itu nyengir. 
Anis tersenyum, 
”Tidak apa-apa, itu tandanya anda telah mulai dewasa. ” 
Safiq melihat umi-nya, ”Dewasa? Safiq tidak ngerti. Maksud Umi apaan? ” tanyanya. 
”Nanti Umi terangkan, saat ini mandi dahulu ya. ” Anis menuntun putra kesayangannya turun dari ranjang. 

Safiq menggeleng, 
”Nggak ingin ah, Mi. Dingin! ” 
”Eh, mesti. Bila tidak, kelak tubuhmu kotor selalu. Ini namanya mandi besar. ” jelas Anis. 
”Mandi besar? ” bertanya Safiq, lagi-lagi tak tahu. 
”Ah, iya. Anda kan belum pernah mengerjakannya. Ya telah, mari Umi ajarin. ” Anis mengajak Safiq untuk beranjak ke kamar mandi. 

Di ruangan tengah, diliatnya mas Iqbal kembali tidur sesudah menunaikan sholat subuh. Telah rutinitas lelaki itu, malam melek untuk sholat tahajud, habis subuh tidur lagi hingga saat sarapan tiba. Dengan bebas Anis menuntun Safiq masuk ke kamar mandi. 

“Lepas bajumu, ” tuturnya memerintahkan. 

Safiq dengan taat mengerjakannya. Ia tak risih mengerjakannya lantaran telah umum telanjang di depan ibu angkatnya. Tidak berkedip Anis memerhatikan penis Safiq yang saat ini telah mengkerut serta kembali pada ukuran awal mulanya. 

”Pertama-tama, baca Bismillah, lantas kemauan untuk menyingkirkan hadast besar. ” kata Anis. 
”Emang Safiq baru bisa hadast besar ya? ” bertanya Safiq pada ibu angkatnya yang cantik itu. 
Anis dengan sabar menjawab, ”Iya, anda tadi mimpi enak kan? ” tanyanya. 
Safiq mengangguk, 
”Iya sih, namun Safiq telah lupa ngimpiin apa. ” 
”Nggak permasalahan, itu namanya anda mimpi basah. Itu sinyal kedewasaan seseorang lelaki. Serta setelah bisa mimpi itu, anda mesti mandi besar agar tubuhmu suci lagi. ” sahut Anis. 
Safiq mengangguk tahu. 
”Terus, setelah itu apaan, Mi? ” 

”Selanjutnya… bersihkan kemaluanmu seperti ini, ” Anis mencapai penis Safiq serta mengguyurnya dengan air. Ajaib, bukannya mengkeret lantaran terserang air dingin, benda itu jadi mendongak kaku serta perlahan-lahan kaku serta menegang lantaran usapan tangan Anis. 

”Mi, enak…” Safiq merintih. 
Anis jadi serba salah, cepat ia menarik tangannya. ”Eh, ” 
Namun Safiq dengan kuat menahan, ”Lagi, Mi… enak, ” pintanya. 

Lihat pandangan mata yang sayu serta memelas itu, Anis jadi tak tega untuk menampik. Namun terlebih dulu, ia mesti meyakinkan semuanya aman dahulu. Dikuncinya pintu kamar mandi, lantas ia berbisik pada sang putra. 

”Jangan berisik, kelak Abimu bangun. ” sembari tangan kanannya mulai mengocok pelan batang penis Safiq. 
Safiq mengangguk. Yang kurang ajar, untuk meredam teriakannya, ia memohon nenen pada Anis. “Plis, Mi. Safiq ingin. ” 

Menghela nafas -karena terasa dipecundangi- Anis juga memberi bongkahan payudaranya. Jadilah, di kamar mandi yang sempit itu, ibu dan anak yang semestinya sama-sama menghormati itu, lakukan hal jelek yang begitu dilarang agama. Safiq menggelayut di badan montok ibu angkatnya, sembari mulutnya menyusup ke bulatan payudara Anis. 

Bibirnya menjilat liar di sana. Sesaat istri Iqbal, dengan nafas memburu menahan kesenangan, selalu mengocok penis besar sang putra sampai menyemburkan sperma yang dikandung di dalamnya selang beberapa saat. 

CERITA DEWASA
PasarPoker
Banyak serta kental sekali cairan itu, walau tak seputih yang pertama, namun panorama itu telah cukup bikin Anis jadi horny. Wanita itu rasakan celana dalamnya jadi basah. Namun sudah pasti ia mustahil menunjukkannya pada Safiq, bocah itu akan tidak tahu. Jadi cepat-cepat ia bersihkan semua, takut mas Iqbal yang tengah tertidur di ruangan tengah mendadak bangun serta memergoki tingkah mereka. 

Didengarnya Safiq menarik nafas panjang sembari mendesah senang, ”Terima kasih, Mi. Nikmat banget. Tubuh Safiq jadi lemas. ” 
Anis mengangguk mengiyakan. ”Sudah, saat ini mandi sana. Ulangilah semua dari pertama. ” 
Safiq tersenyum, serta dengan tuntunan dari ibu angkatnya yang cantik, iapun lakukan mandi wajib pertamanya. 

Mulai sejak waktu itu, level ’permainan’ mereka jadi sedikit bertambah. Anis bukan hanya memberi payudaranya, namun saat ini harus juga memuaskan Safiq dengan tangannya. Serta si bocah, terlihat beberapa suka saja menerimanya. Siapa juga yang akan menampik kesenangan seperti itu - CERITA DEWASA

2 komentar:

Anonim mengatakan...

permisi min
situs bandarq
judi online terpercaya
kumpulan situs judi online terpercaya
situs aduq terpercaya
situs judi online terpercaya

Anonim mengatakan...

Butuh Bandar Online terpercaya ?
Yuk join aja menjadi member Di TogelPelangi

Menyediakan permainan ;
Togel
Live dd48red blue

serta memberikan prediksi terakurat

DISKON Pemasangan :
4D ; 66%
3D : 59%
2D : 29%

Support 4 Bank terbaik :
BCA
MANDIRI
BNI
BRI

Hot Promosi Jackpot Super Lucky
Promo New Member
Komisi Referal 1%

Daftar sekarang bos : www.togelpelangi.com/daftar

Info dan contact :

BBM D8E23B5C
LINE togelpelangi
No telp.dan W.a +85581569708

Silahkan bos



Posting Komentar